Ujian Masuk Sekolah Dasar: Ternyata Sulungku Anak Berusia Enam Tahun pada Umumnya

Assalammualaikum..

Wah, senang sekali karena sudah mulai datang inspirasi untuk curhat alias menulis di sini. Semoga berkenan dan bermanfaat ya.

Pada postingan kali ini saya mau membahas soal "Tes Masuk Sekolah Dasar" yang sekarang sepertinya menjadi syarat wajib jika ingin masuk sekolah, khususnya di sekolah swasta. Iya nggak sih? Ada yang sudah mengalami juga?

Tanggal 8 Januari kemarin, saya mengantar si sulung menjalani tes masuk di calon Sekolah Dasarnya kelak. Sekolah yang akhirnya saya niatkan agar bisa menjadi salah satu tempat yang menunjang bekal kehidupan dia dunia akhirat. Di sana, Khay menjalani ujian masuk berupa psikotes dan tes tahsin tahfidz. Berat ya, Bun? Berasa mau jadi CPNS aja, huhu.

Kalau dari keterangan pihak sekolah, psikotes ini dilakukan hanya untuk melihat kesiapan anak untuk memasuki jenjang SD. Jadi, hasilnya nanti siap atau tidak siap. Kalau siap, tentu bisa keterima di sekolah itu. Kalau tidak, akan dijabarkan apa yang harus dilakukan agar anak siap dan akan diberi kesempatan lain untuk bergabung. Maklum saja,  sekolah ini memang berada dalam ketegori full day school alias jam sekolahnya panjang yaitu jam 7 pagi sampai setengah 4 sore. Dalam catatan jika kondisi Indonesia membaik dan bisa dilakukan tatap muka seperti biasa ya. Nah, anak yang belum siap tentu tak akan bisa menerima kondisi seperti itu. Kalau untuk tes tahsin tahfidz mungkin hanya untuk mengetahui sejauh mana kemampuan anak sampai saat ini, mengingat sekolah ini juga mengutamakan program tahfidznya.

Menjelang hari ujian, saya pun mencari di internet jenis soal untuk psikotes yang biasa dilakukan untuk masuk SD. Supaya ada bayangannya dan nggak kaget gitu. Tapi hasil yang saya dapatkan ternyata lebih  banyak tentang variasi soal yang mengarah calistung. Alhamdulillahnya untuk Khay sendiri, tak ada masalah di sana. Jadi, saya tak khawatir dengan kemampuannya.

Tapi saya juga memberi gambaran soal lain pada Khay jika ternyata ini murni tes psikologi. Biasanya soal yang ada hanya tentang gambar dan pilihan-pilihan yang dia ambil. Khay merasa itu tak akan sulit, jadi lagi-lagi saya berusaha tetap selow.

Tapi ternyata saat hari H, saya rasanya dagdigdug banget. Asli. Padahal anaknya kelihatan tenang aja dan nggak banyak ngeluh ini itu, saya jadi malu dong kalau malah heboh sendiri. 

Sampai saat ujian tiba, Khay diminta memasuki sebuah kelas yang diisi sembilan calon murid baru lainnya. Jadi, setiap kelas hanya berisi 10 calon siswa dengan didampingi kakak psikolog sebanyak dua orang. Para orang tua hanya bisa melihat anak-anak dari luar jendela kelas ketika sesi intip-intip tiba. Haha, soal ini lucu ternyata. Kalau dulu saya jadi murid yang suka lihat ada orang tua intip-intip dari jendela kelas, eh sekarang saya yang melakukan hal itu. Si Khay malah sampai komentar, "Bunda ngapain ngintip-ngintip di jendela terus?"

Wkwk, iki emakmu kepo loh, Nak. Khawatir kamu nggak bisa ngerjain soal yang ternyata banyak banget. Ini serius deh. Khay menjalani tes dalam waktu 2 jam dengan beberapa variasi buku soal setebal apaan tahu. Gimana emaknya nggak panik coba kan ya? Sudah berada dalam ruangan yang asing, bersama orang-orang yang tak dikenal juga, eh harus mikir tuk ngerjain soal tanpa bisa tanya ini itu sama orang tuanya. Bikin degdegan kan ya?

Tapi masyaallah, si Khay ternyata bisa menjalani proses itu tanpa drama. Dia nggak terlihat takut, dia juga nggak kelihatan panik nyari saya di jendela, dia juga bisa mengerjakan soalnya (saya tanya ketika setelah keluar kelas), dan yang terpenting dia sudah mulai kelihatan berani tanya kakak psikolog jika tidak mengerti. Ya, ini salah satu PR saya untuk Khay yang ternyata malu-malu meong kalau di luar.

Saya pun dari awal tak meragukan kemandirian Khay, seperti biasanya. Yup, sejak punya adik pertama Khay memang tumbuh menjadi anak yang dewasa, pengertian, mandiri, bahkan membantu saya mengurus adik-adiknya. Jadi, saya percaya kalau dia bisa melewati ujian ini dengan baik. Tapi satu perkataannya setelah sampai rumah tiba-tiba membuat saya tersentil. Dia bilang begini,  "Bun, kakak sebenarnya takut tahu di dalam kelas tadi. Kakak grogi. Kakak sampai nggak berani minum walau haus."

Ya Allah..

Dibalik kedewasaannya selama ini ternyata saya lupa jika Khay tetap lah hanya anak berusia enam tahun. Anak yang masih bisa menangis jika merasa takut, anak yang masih bergantung pada kehadiran ibunya, anak yang masih ingin dipeluk jika merasa tak nyaman dengan lingkungan barunya. Saya benar-benar tersentil mendengar perkataan dia itu. 

Maklum saja, selama ini saya selalu merasa kalau Khay adalah anak yang paling kuat. Dia tak pernah menyalahkan kehadiran dua adik yang jelas merebut semua cinta dan perhatian orang tuanya. Dia tampak menerima, mengerti, bahkan bisa membantu saya. Karena hal itu, mungkin saya jadi memiliki ekspekstasi yang tinggi pada dia tanpa memikirkan bahwa dia tetap lah gadis kecil kami.

Hiks, jadi sedih nggak sih?

Terus kalau kamu gimana, Bun? Ada cerita apa dibalik ujian masuk sekolah yang dilakukan ananda? Boleh dong dishare di sini. 

Apapun ceritanya semoga kita dimampukan mencari rizqi untuk sekolah anak yang semakin wawww ini ya. Aamiin. :)

Ohya, mau berbagi foto saat Khay mengikuti ujian masuk kemarin ah. Buat cerita dia juga kelak 😁

Situasi kelas sebelum dimulai. Ada yang tahu ini sekolah apa? 🤭


Kakak psikolog sudah datang. Menunggu siswa lain dulu baru mulai.


Saat Tes Tahsin & Tahfidz. Bisa sih, tapi suaranya imut banget. Mr.nya sampai harus majuin kuping 😅


Narsis dulu di depan calon sekolah. Insyaallah.


Salam,

Putri



Komentar