Misteri Kepergian Ibu - 1


Riana menatap jam di pergelangan tangan kirinya gusar. Sudah sepuluh menit dia turun dari bis, tapi Lek Ridwan belum juga tiba. Riana yang sudah tak sabar akhirnya memutuskan untuk menghubungi adik dari ibunya itu, sampai tiba-tiba dari arah jalan raya ada suara yang memanggilnya.

“Riana!” 


Riana menoleh dan memicingkan matanya berusaha mengenali laki-laki yang masih memakai helm fullface itu. Lek Ridwan? Tapi kok kelihatan beda banget?


Seolah paham akan kebingungan Riana, lelaki itu melepas helm yang dipakainya lalu segera mengajak Riana untuk pergi.


“Yuk, naik!”


Ah, mungkin Lek Ridwan tak bisa jemput dan ini jemputan yang dikirim untuk menggantikannya. Riana segera bangkit dari duduknya dan memakai tas punggung yang berukuran sedang itu.


“Maaf. Tapi masnya siapa ya? Soalnya tadi yang mau jemput saya Lek Ridwan,” tanya Riana ketika dia sudah berada di sebelah motor dengan plat B itu.


“Saya Andi. Lek Ridwan masih sibuk, jadi beliau meminta saya untuk menjemput kamu. Yuk,” ajak lelaki itu lagi.


“Oke,” tanpa ragu akhirnya Riana segera naik ke jok belakang motor matic itu. Pikiran Riana hanya satu. Dia ngin segera sampai rumah mbahnya dan bertemu dengan ibu.


Perjalanan dari Praci, tempat pemberhentian bis yang membawanya dari Jakarta menuju sebuah desa di ujung Gunung Kidul tempat mbahnya berada, membutuhkan waktu sekitar satu jam. Angin sepoi-sepoi, jalanan yang mulus, dan cara menyetir Andi yang nyaman, membuat Riana tiba-tiba merasa mengantuk. Yah, wajar saja. Sejak berita buruk itu datang jam tiga pagi tadi, Riana memang tak bisa tidur. 


“Kamu ngantuk? Tidur saja. Tapi jangan lupa pegangan. Nanti kamu jatuh kalau tidak pegangan,”  ucap Andi sambil memiringkan kepalanya sedikit agar Riana dapat mendengarnya.


Riana membuka matanya perlahan. Lalu tanpa malu Riana langsung memeluk pinggang Andi dan merebahkan kepalanya di punggung lelaki tampan itu. Oke. Riana tahu ini tidak benar. Bagaimana bisa Riana semudah itu memeluk lelaki yang tak dikenalnya? Tapi rasa kantuk yang sangat tak tertahankan mengubur semua pemikiran Riana. Urusan lain dipikirkan nanti saja. Riana hanya mau tidur tanpa harus takut terjatuh.


Sampai akhirnya jalanan berbatu yang menggantikan jalanan aspal tanda masuk desa tempat mbahnya berada membuat Riana terbangun. Riana melepaskan pelukannya di pinggang Andi dan segera duduk tegak. Matanya menatap sekeliling. Ah, sudah hampir sampai. 


“Rencana kapan jenazah ibu akan dikubur?” tanya Riana pada Andi.


“Mungkin tak lama setelah kamu sampai,” jawab Andi sambil menatap Riana dari kaca spion kirinya.


Riana menghembuskan nafasnya pelan. Kedua mata besar Riana yang indah itu kembali redup. Sudah sejak jam tiga pagi Riana menangis, tapi kenapa air mata ini masih ingin turun juga seolah tak pernah habis?


“Saya tahu mungkin ucapan sabar susah untuk kamu terapkan sekarang. Tapi saya harap kamu bisa bertahan dan kuat melewati ini semua. Almarhum ibu butuh kamu untuk mendoakannya dan mungkin juga untuk mengusut tuntas penyebab kematiannya,” kata Andi kemudian.


“Maksud kamu apa? Bukankah ibu jelas bunuh diri di kamarnya?” tanya Riana getir. Dia masih saja tak bisa menerima kenyataan bahwa ibunya meninggal dengan cara yang cukup mengenaskan. Gantung diri? Astaga. Apakah ibu Riana seputus asa itu?


“Apa kamu yakin ibumu dapat melakukan hal itu?” tanya Andi balik. Dia tahu kata ‘bunuh diri’ menjadi sangat sensitif bagi Riana sekarang. Makanya Andi sengaja tak menyebutkannya.


“Saya memang belum lama mengenal sosok Bu Rini. Tapi sejauh yang saya lihat, Bu Rini orang yang sangat agamis. Beliau selalu sholat di awal waktu. Sholat dhuha, sholat tahajud, baca quran, juga tak pernah ketinggalan setiap harinya. Apa sosok seperti itu mudah untuk menyerah atas hidupnya?” lanjut Andi.


“Jadi, maksud kamu ada kemungkinan ibu bukan bunuh diri?” tegas Riana.


“Entahlah. Saya hanya merasa Bu Rini bukan lah tipe orang yang berpikiran sempit dan mudah terkena bujuk rayu setan untuk melakukan hal itu,” sahut Andi.


Riana terdiam. Andi benar. Ibunya adalah wanita yang sangat taat beragama. Beliau juga selalu ramah, ceria, dan berpikiran positif. Perceraian dengan ayahnya belum lama ini mungkin memang membuatnya terguncang. Tapi apa keimanan ibu tak kuat untuk menyingkirkan beragam perasaan buruk yang hadir?


Ah, tapi sebaik apapun ibu, beliau tetaplah manusia biasa. Mungkin beliau memang sedang berada di titik terendah hidupnya. Jadi, ketika  setan menawarkan solusi instan untuk mengakhiri ini semua, ibunya tergoda. 


Riana memijit keningnya pelan. Pikirannya kini dipenuhi oleh beragam kemungkinan. Riana harus bagaimana? Mengikhlaskan kepergian ibunya saja masih sulit, apa sekarang Riana harus mengurus hal yang belum tentu kebenarannya ini juga?


“Saya mau bantu kamu,” ucap Andi ketika melihat wajah bingung Riana dari kaca spion.


“Untuk?”


“Membuktikan kecurigaan saya.”


“Caranya?”


“Kita amati baik-baik semuanya. Kalau kecurigaan ini benar, pasti ada celah yang terlihat.”


“Baiklah.”


“Tapi sementara ini kamu jangan mengatakannya pada siapapun. Kita bekerja dengan tenang. Lagipula sampai saat ini dugaan terkuat penyebab ibu kamu bunuh diri karena Pulung Gantung.”


Riana mengernyitkan keningnya. Pulung Gantung? Astaga. Zaman sekarang masih ada orang yang mengaitkan hal ini dengan kejadian mistis begitu?


“Kamu tahu tentang Pulung Gantung?” tanya Andi karena melihat respon aneh dari wajah Riana.


“Tahu. Mbah pernah cerita ketika aku kecil,” jawab Riana.


“Aku tak percaya hal itu,” sahut Andi.


Tak hanya Andi, Riana pun tak percaya sekarang. Dulu, ketika mbahnya menceritakan tentang Pulung Gantung pada Riana ketika dia masih SMP, Riana sempat percaya. Apalagi saat itu katanya ada tetangga dekat rumah mbahnya yang bunuh diri, sehari setelah si Pulung Gantung itu terlihat. Entahlah berita itu benar atau tidak. Tapi untuk kasus ibunya sekarang, ya Tuhan apa itu mungkin?


Menurut cerita mbahnya dulu, Pulung Gantung adalah kekuatan gaib yang akan membuat seseorang meninggal dengan cara gantung diri. Masyarakat di Gunung Kidul percaya bahwa jika ada orang yang mati gantung diri maka pada malam sebelum kejadian, rumah yang dia tempati akan kejatuhan pulung gantung yang konon berbentuk bola api. Bola api itu dipercaya membawa tali yang akan digunakan calon korban untuk menjerat lehernya. Apa memang benar ada yang melihat bola api jatuh ke rumah mbahnya sebelum ibu gantung diri?



Bersambung..



Hai, Bun..

Wah, pasti kaget ya kok ada postingan seperti ini di blog saya? Well, karena tak sempat membuat blog baru untuk menulis semua karya saya, akhirnya saya memutuskan untuk mempostingnya di sini. Yaa anggap saja sebagai selingan, hehe.


Bagaimana cerita dengan tema misteri ini? Semoga kesan misterinya dapat ya. Kalau pun tidak, harap dimaklum karena ini karya pertama saya dengan tema misteri.


Cerita ini berlatar sebuah desa di pelosok Gunung Kidul yang terkenal akan mitos 'Pulung Gantung'nya. Di sini si tokoh utama yaitu Riana ingin membuktikan penyebab kematian ibunya apakah karena mitos itu atau hal lain. Dibunuh misalnya. Nah, penasaran nggak? Jangan lewatkan ceritanya selama beberapa hari ke depan yaa :)

Komentar

Posting Komentar