Misteri Kepergian Ibu - 5

Baca part sebelumnya:

Part 1

Part 2

Part 3

Part 4

Part 5:


Riana mencari ke kolong tempat tidur, di bawah meja, di bawah bantal, di atas kasur, tapi tak juga menemukan diary ibunya. Riana benar menemukan diary ibunya kan ya tadi? Tidak mungkin cuma halusinasinya saja kan? Atau tadi ada yang masuk ke dalam kamar dan mengambilnya? Tapi siapa?

Pertanyaan Riana belum terjawab karena tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarnya lagi.

“Na, belum? Pak ustadnya sudah datang,” kata Lek Ridwan.

“Iya, sebentar, Lek. Dimulai dulu saja nggak apa-apa. Nanti Riana nyusul,” sahut Riana.

Riana buru-buru mengambil tunik dan jilbab putih dari dalam tas yang memang sengaja dibawanya dari Jakarta. Dia tahu, biasanya orang berduka identik dengan warna hitam. Tapi Riana tak setuju. Dia tak ingin menambah kelam peristiwa menyedihkan ini. 

Selesai mengikuti pengajian yang masih membuat Riana berulang kali meneteskan air mata, Riana pun menghampiri mbah Miah dan Lek Ani yang sedang menghitung nasi besek untuk para tetangga yang berhalangan hadir. Mereka rencananya akan meminta Lek Ridwan untuk mengantarnya.

“Ada yang bisa Riana bantu, Mbah?” tanya Riana.

“Eh, kamu Na? Hmm, opo ya? Ohya, tolong ambilin dompet mbah di kamar ya. Tadi si Andi bilang kalau belum bayar air ke warung untuk pengajian tadi,” jawab Mbah Miah.

“Iya, Mbah,” sahut Riana lalu segera pergi menuju kamar mbah Miah yang berada di sebelah kamar Riana sekarang.

Sesampainya di kamar mbah Miah, mata Riana mulai mencari keberadaan dompet milik mbah Miah yang Riana sangat hafal bentuknya. Dompet warna merah pemberian ibunya dulu. 

Ah, itu dia. Dompet itu ternyata berada di atas meja rias, bersebelahan dengan buku berwarna merah marun. Loh, ini diary ibunya kan?

Riana mengambil buku itu dan membolak-balikkannya. Iya. Ini benar buku yang tadi Riana temukan. Kok bisa berada di sini? Apa mbah Miah yang mengambilnya dari kamar Riana? Kalau ya, kenapa?

Apa jangan-jangan mbah Miah tahu sesuatu tentang isi buku ini? Mbah Miah takut Riana tahu hal yang tak boleh diketahuinya? Apa ini ada kaitannya dengan kematian ibu?

Tanpa pikir panjang Riana langsung membawa buku itu dan menghampiri mbah Miah.

“Mbah, ini buku ibu kan?” tanya Riana tanpa basa-basi.

Mbah Miah yang sedang berbicara dengan Lek Ani langsung menoleh dan tatapannya terkejut melihat buku yang Riana pegang.

“Kamu nemu dimana buku itu, Na?” mbah Miah balik bertanya.

“Riana yang harusnya tanya ke Mbah. Mbah dapat buku ini dari mana? Ambil di kamar Riana tadi?” tanya Riana dengan suara yang agak meninggi.

“Na, suaramu. Ndak sopan,” tegur Lek Ani.

“Mbah yang nggak sopan karena ambil barang sembarangan di kamar Riana!” jelas Riana sambil menatap mbah Miah kesal.

“Tapi tetap saja ndak pantes kamu bicara begitu sama Mbah!” tegur Lek Ani lagi.

Riana menghela nafasnya pelan, lalu dengan mata yang berkaca-kaca dia menatap mbahnya, “Riana cuma mau tahu kebenarannya. Kenapa ibu meninggal? Apa ibu benar gantung diri? Apa ibu benar sedepresi itu? Riana masih nggak percaya ibu meninggal begitu.”

“Tolong kasih tahu Riana yang sebenarnya. Apa yang terjadi sama ibu sebelum peristiwa itu terjadi?” pinta Riana. Kali ini air mata kembali melesat di wajah cantiknya. 

Mbah Miah menatap cucunya khawatir. Mbah Miah lalu berjalan dan memeluk Riana.

“Mbah tahu ini sulit kita terima. Tapi itu memang kenyatannya, Na. Malam itu Mbah menemukan ibumu tergeletak di lantai dengan tali yang menjerat lehernya. Karena itu, Mbah menyimpulkan kalau ibumu gantung diri. Apa Mbah salah?” jelas mbah Miah.

“Tapi bisa aja kan kejadian sebenarnya bukan begitu, Mbah? Misalnya ada orang yang ternyata membunuh ibu dan membuat ibu seolah-olah gantung diri?” kata Riana.

Mbah Miah melepaskan pelukan dan menatap Riana bingung, “Membunuh? Siapa? Lah wong kejadiannya malam-malam. Siapa yang bisa masuk ke sini?”

“Mungkin bukan orang lain. Mungkin orang-orang di rumah ini,” sahut Riana.

“Na, kamu nuduh kami? Maksudmu di antara mbah Miah, Lek Ridwan, dan aku, pasti ada yang yang sudah membunuh ibu? Iya? Begitu maksud kamu?” tanya Lek Ani tak terima.

“Mungkin,” jawab Riana.

“Beraninya kamu tuduh kami sembarangan!” omel Lek Ani.

“Ya sudah, Riana akan baca bukunya ibu saja. Pasti di sini diceritakan semuanya,” kata Riana sambil mulai membuka buku diary milik ibunya itu.


20 September 2021

“Percuma cantik, tapi ternyata diselingkuhi suami juga. Mungkin punya sisi buruk dari dalam dirinya sebenarnya, makanya sampai ditinggalin.”

Perkataan yang kuterima hari ini hanya bisa membuatku memperbanyak istighfar. Kenapa mereka bisa menilai seseorang tanpa tahu apapun?


22 September 2021

“Setelah bercerai memutuskan untuk tinggal kembali di kampung? Wah, ada janda kembang nih. Walau sudah agak berumur tapi tetap cantik loh. Hati-hati jagain suaminya ya, Bu.”

Astaga! Kenapa mereka punya mulut sekejam itu?


25 September 2021

Apa aku boleh bilang kalau gunjingan mereka sangat mengganggu? Seberapa kuat aku dapat bertahan?


“Ibu selama ini jadi bahan gosip di sini?” tanya Riana kemudian sambil menatap mbah Miah dan Lek Ani menuntut penjelasan.

“Iya. Bahkan ada yang terang-terangan memaki ibumu yang disangka sudah menggoda suaminya,” jawab Lek Ani.

Apa?!


Bersambung..


Wah, Riana berani sekali menyimpulkan seperti itu. Apa dugaannya terbukti? 

Temukan jawabannya besok ya :)




Komentar

Posting Komentar