Mengenal Sapardi Djoko Damono

Sapardi Djoko Damono. Ketika mendengar nama itu, apa yang kamu pikirkan? Salah satu penulis berbakat Indonesia? Atau malah penyair yang romantis? Saya rasa semuanya itu benar. Lihat saja berapa banyak puisi beliau yang menjadi meme atau gambar profil untuk status di instagram, twitter, dan facebook. Salah satu yang paling populer adalah ini:

Gambar diambil dari google.

Pernah melihat dan membaca kata-kata itu? Seharusnya sih iya. Apalagi bagi seseorang yang tengah dimabuk cinta alias kasmaran. Romantis dan sangat so sweet, kalau kata anak zaman now. Nah, pertanyaannya seperti apa sih sebenarnya sosok sang penyair itu? Seberapa kerennya beliau jika dibandingkan dengan Chairil Anwar yang puisinya juga sering ditemui di buku-buku pelajaran?

Berikut sekilas tentang Sapardi Djoko Damono atau yang biasa disapa SDD ini, setelah dirangkum dari beberapa sumber: 

Sapardi Djoko Damono lahir di Solo, 20 Maret 1940 dari pasangan Sadyoko dan Sapariah. Berdasarkan kalender Jawa, beliau lahir di bulan Sapar. Maka dari itu, beliau dinamakan Sapardi. Beliau menikah dengan perempuan bernama Wardiningsih dan dikaruniai seorang putra dan seorang putri. Sayangnya sekarang kita sudah tidak bisa melihat beliau secara langsung karena Sapardi sudah berpulang pada 19 Juli 2020 lalu. 

Sapardi dulu bersekolah di Sekolah Rakyat (SR) Kasatriyan dan melanjutkan ke SMP II Mangkunagaran. Selanjutnya beliau sekolah di SMA II Solo dan melanjutkan kuliah di Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM. Awal karir menulis Sapardi dimulai dari bangku sekolah. Karyanya banyak dimuat di majalah dan di ruang-ruang kebudayaan diberbagai penerbitan. Sapardi tak hanya lihai menulis puisi. Beliau juga bisa menulis cerita pendek, menerjemahkan berbagai karya asing, membuat esai, bahkan juga menulis artikel surat kabar.

Beliau pernah mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, bahkan menjadi dekan dan guru besar di sana. Tak hanya itu, beliau juga pernah menjadi redaktur majalah Horison, Basis, dan Kalam. Salah satu hal besar yang beliau lakukan adalah dengan merintis dan memprakarsai Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (Hiski). 

Beberapa karya Sapardi yang populer sampai saat ini di antaranya puisi yang berjudul Aku Ingin, Hujan Bulan Juni, Pada Suatu Hari Nanti, Akulah si Telaga, dan Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari. Puisinya itu semakin populer ketika dijadikan musikalisasi oleh banyak orang. Salah satunya adalah oleh mantan-mantan mahasiswa Sapardi di FIB UI dulu. Kita bisa tengok beberapa karya mereka yang cukup apik di youtube dengan nama Ags Arya Dipayana, Tatyana Soebianto, Reda Gaudiamo, dll. Tak hanya mereka, para mahasiswa dan anak sekolahan pun ternyata banyak yang mencoba musikalisasi puisi karya Sapardi juga. 

Tak sampai di situ, Sapardi juga mendapat banyak penghargaan sebagai tanda betapa berbakatnya dia. Beberapa penghargaan itu di antaranya Cultural Award  dari Australia (1978), SEA Write Award dari Thailand (1986), Kalyana Kretya dari Menristek RI (1996), dan Penghargaan Achmad Bakrie (2003).

Nah,  itu tadi beberapa infomasi singkat yang saya kumpulkan tentang 'eyang' Sapardi Djoko Damono. Adakah karya lain beliau yang ingin dinikmati? Kalau saya sih, iya. 

Istirahat lah dengan tenang, eyang. Meski telah tiada, tapi karyamu tetap dicinta :)

Komentar