Cinta untuk si Cantik, Anak Tengahku


Hari ini mendadak mellow waktu menatap si Nayy, anak tengah saya yang usianya hampir lima tahun itu sedang terlelap. Selama hampir lima tahun ini apakah saya telah memberikan kasih sayang dan perhatian yang cukup untuknya? 

Masih teringat jelas kehadiran Nayy dulu yang tak pernah saya duga. Ketika si sulung baru berusia tujuh bulan, tiba-tiba saya mendapati gejala hamil yang ternyata terbukti dengan tespek hasilnya positif. Respon saya saat membaca hasil tespek, jelas menangis. Saya merasa amat bersalah pada di sulung yang masih sangat kecil tapi sudah harus berbagi cinta pada adiknya. Saya merasa tak siap, karena hadirnya jauh dari rencana saya. Saya merasa ragu apa bisa membesarkan dan mendidik dua anak dengan jarak yang berdekatan. Intinya, di awal kehadiran Nayy saya fokus menata hati, mental, dan fisik. Selain sibuk mengatasi morning sickness juga.

Saat kehamilan semakin membesar, fokus saya pun teralih pada si sulung. Dia yang bahkan belum bisa berjalan kesana kemari sendiri, harus rela saya gendong dengan bantalan perut yang semakin membesar. Menjelang kelahiran Nayy, berulang kali saya pun ditekankan untuk lebih memperhatikan si sulung agar tak merasakan kehilangan sosok ibunya yang ternyata sudah memiliki adik baru. Kalau Nayy kan masih bayi, dia belum mengerti banyak hal. Pikir saya saat itu.

Alhasil, karena saya dibantu oleh mama dan seorang ART, setelah kelahiran Nayy saya fokus untuk membersamai si sulung yang sedang gemar belajar dan bermain ini itu. Usia si sulung tujuh belas bulan saat Nayy lahir. Usia yang sedang aktif-aktifnya kalau kata orang. Sedangkan Nayy, dia lebih sering dipegang oleh eyangnya atau mbak ART. Nayy akan bersama saya untuk proses menyusui, tidur, atau hal penting lainnya. 

Mungkin akan ada ibu-ibu yang menilai saya egois, salah, atau apa. Sampai saat ini pun saya masih tak tahu  apa yang saya lakukan itu dulu salah atau tidak. Atau apakah yang saya lakukan itu baik untuk si sulung dan Nayy atau tidak. Tapi yang jelas, dari yang saya rasakan sampai saat ini, si sulung tumbuh dengan baik. Perkembangan fisiknya normal (karena katanya kalau anak korban kesundulan biasanya pertumbuhannya melambat, badannya cenderung kecil dan akan kebalap sama adiknya).  Dia juga tak kelihatan sebagai anak yang kurang kasih sayang atau kehilangan sosok ibunya. Dia tetap dekat dengan saya. Dia juga bisa menerima kehadiran Nayy dengan baik.

Lalu bagaimana dengan Nayy sendiri? Untuk pertumbuhan fisik dia masih bisa dibilang normal (meski di antara ketiga anak saya, dia yang paling kecil). Dari segi mental, saya rasa juga tak ada masalah. Lagipula setelah Nayy berusia beberapa bulan, mbak ART pergi. Jadi, saya yang mengurus anak-anak sendiri, dengan bantuan pak suami. Maka dari itu, bisa dibilang jika Nayy dapat tumbuh dengan baik juga.

Hanya saja terkadang saya jadi suka merasa bersalah pada Nayy. Saya merasa perhatian yang saya berikan tidak cukup banyak untuk dirinya. Fokus saya di awal kehamilan dan kelahiran Nayy malah pada si sulung karena besarnya rasa bersalah saya pada dirinya. Sedangkan Nayy, saya anggap cukup kuat dan baik untuk bisa tumbuh dan berkembang tanpa banyak ini itu.

Dalam proses hidup Nayy, saya akui jika membesarkan dua anak dengan rentang usia berdekatan pun tidak mudah. Saya masih terus mencari formula terbaik agar semuanya seimbang. Tapi kenyataannya saya tak cukup baik mengatur semuanya agar berjalan sempurna. Saya rasa secara tak sengaja justru saya kehilangan banyak momen dengan anak-anak saya, terutama Nayy.

Apalagi ketika saya ternyata hamil anak ketiga tak lama setelah Nayy berhenti menyusui. Fokus saya pun bergeser pada kehamilan ketiga yang cukup 'heboh'. Momen kebersamaan dengan Nayy pun terbagi pada segala urusan hamil, menyusui, melahirkan, dan membesarkan anak ketiga. Saya lagi-lagi merasa kehilangan banyak momen dengan Nayy yang harusnya bisa lebih optimal.

Semoga saya masih diberi kesempatan yang banyak untuk lebih dekat dengan Nayy. Bisa menebus banyak waktu bersama yang terpaksa hilang dari sisinya. Bisa membuktikan juga bahwa kehadirannya yang tiba-tiba dulu, juga termasuk ke dalam dereten kebahagiaan untuk hidup saya. Maafkan ketidakmampuan Bunda mengatasi semuanya sekaligus ya, Nak..




 

Komentar

  1. Jadi ikutan terharu bacanya. Nayy anak yang kuat.

    BalasHapus
  2. MasyaAllah, pasti tidak mudah mengasuh 3 anak dengan dengan jarak usia yang dekat, apalagi dengan karakter yang berbeda-beda. Semangat Bunda.

    BalasHapus

Posting Komentar