Alyandra (Part 3)


Malam harinya seperti yang sudah disebutkan oleh tante Sari tadi, Rina dan Doni meminta beberapa kerabat dan saudara yang masih menginap di hotel untuk ikut acara makan malam. Memang hanya di taman dan area dekat kolam renang hotel sih, tapi dekorasi dan makanan yang dihidangkan jelas terasa jika ini disiapkan oleh mereka dengan sangat baik.

Arena di sekitar kolam renang dihiasi oleh lampu-lampu yang terkesan romantis. Belum lagi kursi dan meja di taman luas yang dibalut dengan kain putih dan beberapa tumbuhan hijau sebagai hiasannya, benar-benar memanjakan mata. Diam-diam Alya mengagumi konsep pesta pernikahan yang dirasa sempurna milik sahabatnya itu. Rina memang terkenal apik untuk urusan mengatur segala sesuatunya menjadi lebih baik.


Ketika sedang asik menikmati makan malamnya di meja yang sama dengan papa, mama, dan Andi, tiba-tiba band pengiring yang sejak tadi menyanyikan lagu-lagu romantis itu memutarkan lagu yang sangat tak ingin Alya dengar. Alya sangat hafal lagu ini, bahkan ketika sang gitaris baru memainkan bagian intronya. 


"Alya ke toilet dulu," pamit Alya kemudian. Dia benar-benar tak sanggup kalau harus mendengarkan lagu ini.


Baru berjalan beberapa langkah, suara si penyanyi terdengar. Loh, kok sepertinya bukan suara vokalis band tadi? Karena penasaran, akhirnya Alya berhenti dan menatap ke arah panggung. Alya melihat di sana lah Andra berada. Dengan balutan jas warna abu-abu dan kemeja putih yang membuat penampilannya sangat tampan, Andra bernyanyi untuk menghibur semua tamu yang hadir.


Seolah tersihir, Alya tak jadi pergi kemana pun. Dia terus menatap Andra seperti gadis-gadis lain yang tampak terpesona oleh Andra. Suara Andra sangat bagus dengan penghayatan yang juga keren. Kalau ini ajang pencarian bakat di televisi, pasti Andra sudah masuk ke babak final. 


"Selamat malam semuanya," sapa Andra ketika dia menyelesaikan lagu pertamanya. 


Mendengar suara Andra, Alya akhirnya sadar kembali. Alya pun terkejut ketika menyadari bahwa dia bisa mendengarkan lagu itu tanpa menangis atau pergi menghindar. Bagaimana bisa? Apa karena Andra yang bernyanyi?


"Sekali lagi saya ucapkan selamat untuk Rina dan Doni atas pernikahannya. Semoga bahagia terus, lancar rezekinya, dan dikaruniai anak-anak yang cakep juga sholeh dan sholehah. Aamiin. Lagu kedua saya persembahkan untuk semua yang hadir malam ini, Bukti dari Virgoun," perkataan Andra sebagai pembuka lagu keduanya sukses membuat banyak perempuan yang berbaris di depannya histeris. Semua orang pasti tahu bagaimana romantisnya lagu itu. 


Akhirnya Alya memutuskan untuk kembali ke tempat duduknya. Dia kembali menikmati makannya sambil asik melihat penampilan Andra di depan sana, hingga tiba-tiba mamanya berbisik.


"Al, Andra keren ya?"


Walau sempat ragu, tapi akhirnya Alya mengangguk. Rasanya hanya orang buta yang akan menjawab tidak.


"Kamu nggak ada niat untuk jadiin dia pacar atau calon suami gitu?" 


Alya langsung menoleh dan menatap mamanya bingung. Kenapa mamanya punya pikiran seperti itu? 


"Memangnya harus?" Alya bertanya balik. "Dulu yang mau dekatin Alya juga banyak yang cakep kaya Andra. Tapi nyatanya nggak ada yang bisa membuka hati Alya. Jadi, mama tak usah berharap banyak soal Andra."


Mama Lisa mendesah pelan. Sejujurnya acara pernikahan Rina hari ini membuat batinnya tersiksa. Mama Lisa sangat ingin melihat Alya lekas menikah dan memiliki acara seindah ini. Tapi sepertinya itu hanya akan menjadi angan belaka karena Alya tampak belum memikirkannya. 


"Mama mau melihat kamu menikah Al," perkataan mamanya yang pelan itu terdengar di telinga Alya. Jelas ada rasa putus asa di sana.


"Alya akan menikah kok, Ma. Mama tenang saja," sahut Alya sambil menggenggam tangan mamanya.


"Tapi kapan, Al? Kamu tahu, penyakit mama bisa kapan saja kumat. Kalau nanti tahu-tahu mama sakit dan tak bisa sembuh lagi bagaimana?" 


"Mama bicara apa sih? Mama pasti sehat terus kok. Mama akan lihat Alya memiliki acara pernikahan seperti ini juga."


Mama Lisa menggeleng, "Mama nggak yakin, Al."


Hati Alya mendadak terasa teriris melihat kesedihan di wajah wanita yang paling disayanginya itu. Melihat Alya menikah memang keinginan terbesar mamanya sejak dulu. Alya pun tahu itu dan dia juga ingin menurutinya. Tapi jika ternyata Alya masih merasa belum siap, dia bisa apa?


Diam-diam Alya merutuki dirinya yang dulu sangat bodoh. Bagaimana bisa dia sedalam itu jatuh cinta pada lelaki yang ternyata tak tulus menyayanginya? Lelaki yang hanya tertarik dengan kecantikan dan ketenaran Alya yang menjadi bunga kampus. Lelaki yang hanya mempedulikan jumlah like atau comment di setiap postingan mesra mereka. Lelaki yang justru meninggalkan Alya ketika dia divonis memiliki penyakit jantung lemah seperti mamanya karena dia tak mau memiliki kekasih yang penyakitan.


Alya hancur. Dia tak bisa menerima kenyataan. Sejak saat itu Alya berubah menjadi orang yang tertutup. Dia tak mau dekat dengan orang lain yang dirasa akan dengan mudah meninggalkannya, terutama pada kaum lelaki. Alya menjadi trauma ditinggalkan. Dia mengunci hatinya rapat-rapat dan selalu menolak segala upaya lelaki yang tampak tertarik padanya.


"Tak semua lelaki itu jahat, Na. Pasti ada lelaki yang bisa tulus mencintai dan menjaga kamu. Sayangnya lelaki seperti itu tak datang begitu saja. Kamu juga perlu usaha. Buka hati dan pikiran kamu. Kalau kamu seperti ini terus, bagaimana kamu bisa menemukannya?" kata-kata penutup mamanya sebelum beliau memutuskan untuk kembali ke kamar, terngiang di pikiran Alya.


Apa Alya harus percaya kalau ada lelaki yang akan tulus mencintainya dan tak akan pernah meninggalkannya? 


"Heh! Bengong aja," seru Rina sambil menyenggol lengan Alya hingga menyadarkan Alya dari lamunannya.


"Mikirin apa sih?" tanya Rina.


Alya menghela nafasnya pelan, "Apa aku memang harus mulai membuka hati ya, Na?"


"Jelas. Bagaimana bisa menikah kalau kamu nggak mau membuka hati?" jawab Rina.


"Tapi siapa lelaki yang bisa benar-benar tulus sama aku? Lelaki yang bisa menerima kondisiku? Lelaki yang tak akan pernah meninggalkan aku?" tanya Alya. 


"Aku yakin Allah sudah menyiapkan satu yang terbaik untuk kamu. Pertanyaannya, kamu sendiri sudah siap belum untuk bertemu dia?" jawab Rina.


"Aku masih takut. Tapi jika melihat sikap mama hari ini membuatku merasa harus segera siap," sahut Alya.


"Bagus. Setidaknya sudah ada niat. Sekarang kamu harus mulai menentukan target. Kamu mau lelaki yang seperti apa? Suka yang bagaimana?" tanya Rina dengan nada antusiasnya.


"Eh, atau kamu mau coba sama Andra?" belum juga menjawab, tiba-tiba Rina sudah mengusulkan satu nama yang membuat Alya terhenyak.


"Kok Andra sih? Cowok aneh kaya dia, jelas nggak masuk dalam kriteriaku," sahut Alya.


"Aneh? Aneh bagaimana maksudnya? Andra jelas cakep. Dia lulusan S2 luar negeri yang berarti pintar. Dia juga sudah kerja dan mapan. Suara dia juga bagus banget. Andra juga kelihatan sayang banget sama keluarganya. Dia itu idaman mertua banget tau," jelas Rina.


"Tapi dia sudah berani ngatain aku pendek dan nggak cantik. Aneh kan? Laki-laki lain jelas terpesona sama aku dari pertama ketemu. Lah, dia?" gerutu Alya.


Rina tertawa, "Haha. Jadi, dia lelaki pertama yang tak tertarik sama kamu? Wah, rekor nih. Kembang komplek kita ternyata punya haters."


Alya menatap Rina sebal, "Makanya jangan masukkan dia ke dalam daftar target aku. Cowok yang jelas naksir saja bisa pergi, apalagi yang nggak kan?"


"Eh, belum tentu. Siapa tahu justru dia yang akan jadi cowok paling setia dan baik untuk kamu. Jodoh nggak ada yang tahu loh," protes Rina.


Ketika Alya ingin menanggapi perkataan Rina, tiba-tiba ponsel Alya berbunyi. Dari Andi.


"Assalammualaikum. Kenapa, Ndi?" sapa Alya ketika telepon tersambung.


"Waalaikumsalam. Mama tiba-tiba drop, Kak. Ini Andi sama papa baru sampai parkiran untuk bawa mama ke rumah sakit. Kakak nanti nyusul ya. Nanti aku kabari lagi," kata Andi yang langsung menutup teleponnya begitu saja.


"Kenapa?" tanya Rina panik karena wajah Alya tampak syok.


"Mama kumat. Sekarang lagi dibawa Andi sama Papa ke rumah sakit," jawab Alya.


"Ya Allah. Ya sudah, kamu sekarang balik ke kamar dan siapkan barang-barang mama. Takutnya mama harus sampai rawat inap. Aku izin dulu sama Doni. Nanti aku temani," sahut Rina sebelum pergi.


Alya langsung bangun dan berjalan menuju lift yang akan membawanya menuju kamar di lantai sepuluh. Sambil menunggu pintu lift terbuka, Alya mencoba menghubungi Andi. Andi pun memberitahu bahwa mamanya dibawa ke rumah sakit Intan Medika. Mereka akan tiba sebentar lagi.


"Bagaimana, Al? Sudah ada kabar?" tiba-tiba Rina datang dengan nafas terengah-engah. Pasti dia habis berlari. Di belakangnya kini juga ada Doni dan Andra. Eh, kenapa lelaki itu ikut juga? 

Komentar