Alyandra (Part 2)


"Al, ikut aku yuk. Aku mau mengenalkan seseorang ke kamu," ajak Rina ketika dia sudah berada di samping Alya.


"Siapa?" tanya Alya.


"Sudah, ikut saja. Yuk," gandeng Rina. 


Akhirnya Rina membawa Alya menemui tante Sari dan suaminya yang sedang asyik menikmati hidangan yang tersedia.


"Tante dan Om, ini Alya sudah datang," kata Rina kemudian.


Dua orang yang dipanggil Rina itu menoleh. Mereka langsung tersenyum menatap gadis cantik di sebelah Rina itu.


"Ini Tante Sari dan Om Adam. Mereka saudaraku dari Surabaya yang akan menjadi tetangga baru di depan rumah kamu," jelas Rina kemudian.


"Ohya? Halo Om, Tante. Saya Alya," sapa Alya ramah sambil menyalami dua orang tetangga barunya itu.


"Hai, Alya. Akhirnya kami bertemu kamu juga. Beberapa kali kami ke rumah, hanya bertemu dengan orang tua kamu. Ohya, dimana mereka? Kok kami belum melihatnya?" balas tante Sari tak kalah ramah. 


"Papa sama mama sudah balik ke kamar, Tan. Capek katanya. Jadi, tinggal Alya deh di sini," sahut Alya.


"Ya sudah, kalian ngobrol dulu saja ya. Rina sudah dipanggil untuk ganti baju," pamit Rina yang langsung ditanggapi anggukan oleh Alya juga om dan tantenya itu. Acara resepsi sudah selesai dari tadi, tentunya risih memakai gaun pengantin kemana-mana. 


"Alya, Tante boleh tanya? Kamu sudah punya pacar? Atau tunangan mungkin?" tanya tante Sari tanpa basa-basi.


Alya menggeleng, "Belum. Kayaknya nggak ada yang mau sama Alya deh, Tan."


"Ah, masa sih? Kamu cantik begini. Ya sudah, kalau sama anak Tante saja mau nggak?" tanya tante Sari lagi.


Eh? 


Belum sempat Alya menjawab, tiba-tiba ada seorang lelaki datang dan langsung memotong pembicaraan mereka, "Bun, Andra nggak nemuin kotak kadonya. Jangan-jangan ketinggalan."


"Nah, panjang umur. Kenalin. Ini Andra, anak Tante satu-satunya. Andra, ini Alya. Tetangga depan rumah kita," kata tante Sari sambil memperkenalkan Alya dan Andra.


Alya dan Andra saling tatap sebentar. Hingga akhirnya Andra memulai percakapan lebih dulu.


"Hai, saya Andra. Salam kenal Alya," sapa Andra sambil memberikan tangan kanannya mengajak Alya bersalaman.


"Iya. Salam kenal juga Andra. Eh, harus panggil apa ya? Kak? Mas? Atau apa? Kayaknya nggak sopan kalau panggil nama," balas Alya.


"Kamu umur berapa memangnya?" bukannya menjawab Andra malah bertanya balik.


"Dua puluh enam," jawab Alya.


"Serius? Sekecil ini kamu sudah dua puluh enam tahun?" 


"Kecil?"


"Iya. Nih," jawab Andra sambil menyamakan ujung kepala Alya dengan bahunya.


Astaga. Maksudnya Andra ngatain Alya pendek? Oke, itu memang kenyataan. Tapi apa perlu Andra mempertegas tinggi badan Alya  yang hanya sekitar 160 cm itu? 


"Kalau begitu kamu harus panggil saya adek karena tiga bulan lagi saya baru dua puluh enam tahun," sahut Andra.


"Yakin mau dipanggil adek? Nggak malu karena malah kelihatan lebih tua adeknya?" balas Alya tak mau kalah.


"Kamu ngatain saya tua?!" omel Andra.


"Kamu duluan yang ngatain saya pendek. Iya kan?" balas Alya sebal.


"Sudah. Kok malah berantem sih? Ya ampun. Nggak malu apa ribut karena hal nggak penting begitu?" potong tante Sari kemudian. 


"Andra duluan tuh, Tante. Masa berani bilang Alya pendek?" adu Alya.


"Loh, memang kenyataan kan? Kalau saya bilang kamu tinggi, bohong itu namanya. Kamu lebih senang dibohongi daripada jujur ya?" sahut Andra yang langsung membuat Alya terdiam.


Andra benar. Lebih baik Alya tahu hal yang benar meski sakit dibandingkan kata-kata manis tapi itu semua bohong.


"Andra. Jujur boleh. Tapi bicara soal fisik pada perempuan itu kejam. Bunda juga pasti akan marah kalau ada yang bicara soal hal itu. Lagipula, meski pendek Alya tetap cantik kan?" tanya tante Sari.


"Cantik? Ah, gadis seperti Alya ini banyak di Jakarta. Biasa itu mah," jawab Andra yang lagi-lagi membangkitkan emosi Alya.


"Memang kamu setampan apa sampai berani bilang saya biasa? Astaga. Bisa darah tinggi Alya lama-lama kalau bertemu cowok aneh kaya gini," gerutu Alya.


Andra ingin membalas lagi, tapi ketika mendapat tatapan kejam dari bundanya dia langsung diam.


"Kami mau kalian itu saling sayang, bukan saling marah seperti ini. Nggak bisa ya?" tanya tante Sari  kemudian. 


Alya dan Andra sama-sama melotot. Mereka kaget dengan perkataan perempuan berkaca mata itu.


"Kami ingin kalian bisa berjodoh," lanjut tante Sari yang langsung membuat Alya juga Andra memekik histeris.


"Apa?! Andra bejodoh dengan perempuan pendek begini? Duh, nggak deh. Mending jomblo seumur hidup daripada sama dia," kata Andra.


"Ih, siapa juga yang mau sama cowok tapi mulutnya bawel kaya perempuan begitu?" balas Alya tak mau kalah.


"Andra! Alya! Stop! Mau kalian bunda nikahkan sekarang juga?!" tegas tante Sari.


Alya dan Andra langsung diam. Menyayangi lelaki aneh seperti Andra saja Alya tak mau, apalagi jika harus menikah dengannya? 


"Alya, kami kembali ke kamar duluan ya. Kamu juga istirahat. Kita akan bertemu kembali nanti malam," kata tante Sari kemudian.


"Nanti malam?" tanya Alya tak mengerti.


"Iya. Rina dan Doni akan mentraktir kita makan malam. Perayaan sesi dua sebelum besok kita kembali ke Jakarta," jawab tante Sari.


Loh, kenapa Rina tak pernah bicara soal ini ya? Apa Rina lupa memberitahunya? 


"Kami duluan ya Alya," pamit tante Sari sambil menggandeng anak lekakinya. Sementara itu, om Adam berjalan di belakangnya.


"Maafin Andra ya. Dia sebenarnya anak yang baik kok," kata om Adam sebelum pergi yang Alya balas hanya dengan senyuman.


Anak baik? Serius? Sepertinya tak ada tampang orang baik pada diri Andra. Bayangkan, bagaimana bisa di pertemuan pertama mereka Andra sudah berani berkata buruk tentang Alya? Alya pendek? Biasa saja? Ya ampun, membayangkan wajah Andra yang tampak mengesalkan ketika mengucapkan kata-kata itu langsung membuat kepala Alya mendidih.


Selama ini Alya selalu mendapat tatapan memuja dari para lelaki yang melihatnya. Tapi ini apa? Ah, pasti ada yang salah dengan penglihatan dan otak Andra.

Komentar